Dalam hal praxis (= translating an idea into action), maka kenyataannya action / tindakan penegakan hukum ini lebih banyak yang tidak adil, contohnya: Amir Mahmud, sopir Badan Narkotika Nasional yang mengantongi sebutir extasi diganjar penjara empat tahun, sedangkan jaksa Ester yang penegak hukum menjual 343 butir, hanya divonis satu tahun. Ini sungguh-sungguh mengoyak rasa keadilan. Dan masih banyak yang lain, yaitu orang-orang lemah / miskin seperti: Minah (55) / 3 Kakao, Ny Manise (43) / Sisa Panen Kapuk, Klijo (76) / Setandan Pisang, Basar Suyanto (47) / Buah Semangka, Tukirin (62) / Bibit Jagung, Parto (51) / 5 batang jagung, Aguswandi / men-charge HP, Prita Mulyasari / Lab Fiktif RS OI dan para petani miskin di desa Rengas Ogan Ilir, yang didor senapan Brimob.
***
Tak dapat disangkal bahwa tindakan penegakan hukum ada juga yang adil, namun ini sangat sedikit, misalnya Putusan Sela Hakim Pengadilan Negeri Tangerang Banten, Kamis 25 Juni 2009, yang membatalkan dakwaan jaksa yang mempergunakan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) terhadap terdakwa Prita Mulyasari. Hakim memutuskan: membebaskan Prita Mulyasari dari jeratan UU ITE. Menurut Hakim UU ITE baru bisa digunakan dua tahun lagi (21 April 2010), karena itu PRITA tidak bisa dijerat dengan UU ITE. Pasal 27 Ayat 3 yang menjadi landasan hukum kasus Prita batal demi hukum, karena definisi informasi dan dokumen elektronik dalam pasal tersebut belum dijelaskan, harus menunggu penjelasan dalam PP yang saat ini masih dirancang.
Hakim juga membebaskan Prita Mulyasari dari jeratan hukum atas pasal 310 dan 311 KUHP. Prita Mulyasari tidak memiliki niat untuk mencemarkan nama baik rumah sakit Omni International dan para dokter yang merawatnya. Surat elektronik dari Prita Mulyasari hanya merupakan keluh kesah atau curhat yang dikirimkan secara terbatas kepada beberapa teman, dengan maksud agar mereka berhati-hati sehingga tidak terjadi seperti apa yang menimpanya. Dengan demikian, perbuatan Prita Mulyasari tidak memenuhi unsur pidana dalam Pasal 310 dan 311 KUHP. Rupanya itu belum final, karena jaksa tidak puas dan melakukan verzet ke Pengadilan Tinggi (PT), dan Putusan Sela tsb dibatalkan oleh PT Banten. Namun pada 29 Desember 2009 lagi-lagi Hakim memvonis bebas murni dengan menegaskan bahwa itu bukan pencemaran nama baik melainkan kritikan.
Jaksa yang suka berpikir, ya menyatakan pikir-pikir dahulu. Namun terbetik berita dari
=> http://news.okezone.com/read/2009/12/29/338/289165/kejari-tangerang-akan-ajukan-kasasi-vonis-prita,
bahwa Kejaksaan Negeri Tangerang berencana akan mengajukan kasasi terhadap vonis bebas Pengadilan Negeri Tangerang terhadap Prita Mulyasari. Demikian dikatakan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Didik Darmanto di Kejagung, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Selasa (29/12/2009). Tidak terpikir oleh Kejaksaan Negeri Tangerang prinsip: om zo wel het kwaad te beteugelen als de ontschuld te beschermen (bukan saja memberantas kejahatan, tetapi juga melindungi siapa yang tidak bersalah).
Dalam putusan Mahkamah Konstitusi R.I Nomor 50/PUU-VI/2008 tentang judicial review UU ITE No. 11 Tahun 2008 terhadap UUD 1945, salah satu pertimbangan Mahkamah berbunyi "keberlakuan dan tafsir atas Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak dapat dipisahkan dari norma hukum pokok dalam Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP". Dengan demikian, karena perbuatan Prita Mulyasari tidak memenuhi unsur pidana dalam Pasal 310 dan 311 KUHP, maka secara otomatis tidak memenuhi pula unsur pidana dalam Pasal 27 ayat (3) jo pasal 45 ayat (1) UU ITE.
***
Maka dalam hal praxis, action / tindakan di lapangan yang kenyataannya lebih banyak yang tidak adil, sangat, sangat, sangat tergantung pada pribadi para praktisi hukum. Itulah hiruk-pikuk peradilan di dunia, terkhusus di Indonesia. Setelah alam semesta ini hancur, dan semua manusia telah mati, artinya ruh manusia telah terpisah dari jasadnya kemudian menempati Alam Barzakh, maka menyusullah Hari Kiamat, Yawm al-Qiyamah (qiyaamun = berbangkit). Yaitu seluruh manusia di Alam Barzakh bangkit, semua ruh menempati jasad yang baru yang permanen tidak bisa hancur lagi. (Dewasa ini sudah terjadi pergeseran makna kiamat yang diartikan dengan hancurnya alam semesta, doomsday). Setelah Hari Kiamat atau Hari Berbangkit itu, semua manusia nanti akan diadili di Padang Mahsyar pada Hari Pengadilan, Yawm al-Diyn. Allah, Malik Yawm al-Diyn, Yang menjadi Hakim Tunggal dan yang bercakap serta menjadi saksi adalah tangan dan kaki manusia itu masing-masing.
-- AL YWM NKhTM 'ALY AFWAHHM WTKLMUNA AYDHM WTSyHD ARJLHM BMA KANWA YKSBWN (S. YASIN 36:65), dibaca: alyawma nakhtim 'ala- afwa-hihim wa tukallimuna- aydi-him wa tasyhadu arjuluhum bima- ka-nu- yaksibu-n, artinya:
-- Pada hari ini (Hari Pengadilan) Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksian kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.
WaLlahu a'lamu bisshawab.
*** Makassar, 3 Januari 2010