1 Juni 1997

275. Antara Taqdir Allah Dengan Ikhtiar Manusia

Sebelum perang ada seorang muballigh keturunan Cina, sehingga ia lebih dikenal dengan nama kehormatan Guru Baba'. Ia pergi seorang diri bertabligh ke pelosok-pelosok, ke daerah-daerah rawan. Caranya berkomunikasi mudah dipahami. Di suatu tempat di perbatasan Bone dengan Camba, yang waktu itu masih rawan, ia menaklukkan seorang kepala rampok dalam pertarungan fisik. Setelah perampok itu mengakui kekalahannya, Guru Baba menjelaskan dengan cara sederhana tentang keterbatasan manusia. Ia berkata kepada perampok itu: "Coba angkat kaki kirimu", kata Guru Baba'. "Itu hal yang mudah," jawab perampok itu sambil dengan segera mengangkat kaki kirinya. "Sekarang," kata Guru Baba', "coba angkat kaki kananmu". Perampok itu menurunkan kaki kirinya, kemudian mengangkat kaki kanannya. "Angkat kaki kananmu tanpa menurunkan kaki kirimu," perintah Guru Baba'.

Taqdir dalam bahasa Indonesia biasanya diterjemahkan dengan nasib. Sesungguhnya terjemahan itu tidak kena, terlalu simplistik. Taqdir berasal dari akar kata yang dibentuk oleh tiga huruf, Qaf, Dal dan Ra, QaDdaRa, yang berarti membuat sesuatu menurut ukuran ataupun kapasitas tertentu. Firman Allah:

Sabbihi Sma Rabbika lA'lay. Alladziy Khalaqa faSawway. Walladziy Qaddara faHaday (S. Al A'lay, 1-3). Sucikanlah Nama Maha Pengaturmu. Yaitu Yang mencipta, lalu menyempurnakan. Yaitu Yang membuat menurut ukuran, lalu memberi petunjuk (87:1-3).

Wa Khalaqa Kulla Syayin faQaddarahu Taqdiyran (S. Al Furqa-n, 2). Dan Dia menciptakan lalu menentukan ukuran tiap-tiap sesuatu (25:2).

Allah menciptakan setiap benda langit, lalu menyempurnakan bentuknya. Allah menjadikan setiap benda langit dalam ukuran tertentu, lalu menunjukkan jalan benda-benda langit melalui medan gravitasi. Allah membuat ukuran dan kapasitas tertentu dalam DNA setiap benda hayati. (Untuk mengetahui apa itu DNA, silakan baca Seri 267, 6 April 1997, yang berjudul Cloning). DNA adalah blue print yang mengandung program Allah secara spesifik untuk setiap benda hayati. Apa akan menjadi pohon kurma, atau lebah, atau manusia. Jadi setiap benda hayati telah ditaqdirkan Allah sesuai program Allah dalam DNA. Allah telah mentaqdirkan lebah dapat terbang (Qaddara), kemudian Allah menunjuki lebah itu dengan naluri (faHaday) sehingga dapat membuat sarang yang indah dan mengumpulkan madu bunga-bungaan yang sedap rasanya, minuman yang berkhasiat menyembuhkan beberapa penyakit. Allah mentaqdirkan manusia tidak dapat terbang seperti lebah, sehingga kepala perampok itu tidak dapat mengangkat kaki kanannya sementara kaki kirinya tidak berjejak di atas bumi, seperti yang diperagakan Guru Baba dalam diri perampok itu.

Setiap pohon kurma, setiap ekor lebah, setiap seorang manusia ditaqdirkan Allah dengan program secara spesifik yang di"print" dalam DNA-nya masing-masing. Itulah sebabnya tak ada seorang juapun yang sama dan sebangun bentuk fisik manusia. Usia setiap manusia telah ditaqdirkan Allah dalam ukuran tertentu. Kalau mengambil perumpamaan tabung gas, maka setiap orang telah ditakdirkan Allah volume tabung gasnya. Apabila gas dalam tabung telah habis terpakai maka sampailah pula pada saat ajalnya.

Faidza- Ja-a Ajaluhum La- Yasta'khiruwna Sa-'atan wa La- Yastaqdimuwna (S. Al A'ra-f, 34). Apabila datang ajal mereka itu, tidaklah dapat mundur waktunya atau maju (7:34).

Ikhtiar manusia dalam bingkai Taqdir Allah terletak dalam hal penghematan pengeluaran gas dari tabung. Orang yang hemat memakai gasnya dalam arti hidup teratur, menjaga kesehatan, tidak hura-hura, tidak suka balap, tidak mengobral sex, tidak minum XTC, heroin dan sebangsanya, maka rentang waktu hidupnya panjang. Sedangkan sebaliknya orang yang tidak berikhtiar menghemat gas kehidupannya, hidup tidak teratur, berhura-hura, mengobral sex dan seterusnya, gasnya akan lekas habis, rentang waktu hidupnya pendek. Artinya orang yang ditaqdirkan Allah kecil tabung gasnya tetapi hemat memakainya, umurnya lebih panjang dari orang yang ditaqdirkan besar tabung gasnya tetapi boros memakainya. Besar kecilnya volume tabung adalah Taqdir Allah, sedangkan panjang pendek rentang waktu hidupnya tergantung pada ikhtiar manusia.

Berbeda dengan binatang dan tumbuh-tumbuhan, Allah memberikan ruh kepada manusia, yaitu manusia mempunyai ruh dan jasmani. Hidup di didunia ini ibarat pabrik, tempat manusia yang beriman untuk memproduksi kebajikan. Allah memberikan kebebasan kepada ruh manusia untuk beriman ataupun ingkar.

Wa Quli lHaqqu min Rabbikum faMan Sya-a falYu'min wa Man Sya-a fa lYakfur (S. Al Kahf, 29). Katakanlah kebenaran dari Maha Pengaturmu, siapa yang mau berimanlah, siapa yang mau kafirlah (18:29).

Allah mentaqdirkan manusia mempunyai ruh dan jasmani. Ruhnya diberi kebebasan memilih untuk beriman atau kafir, sedangkan jasmaninya diprogramkan Allah dalam DNA-nya.

Ikhtiar manusia yang dibatasi oleh Taqdir Allah dapat pula diilustrasikan dalam Dinamika Teknik, khususnya dalam rancang bangun otomotif. Manusia dapat berikhtiar merancang bangun kapasitas mesin otomotif sekehendaknya. Namun bagaimanapun besar kapasitas mesin itu, percepatan (dinyatakan dalam simbol a) yang dihasilkannya dibatasi oleh Taqdir Allah yang berwujud koefisien gesek antara ban dengan permukaan jalan (dinyatakan dalam simbol f) dan percepatan gravitasi (dinyatakan dalam simbol g). Supaya lebih jelas dikemukakan di bawah ini rumus yang menyatakan hubungan besaran-besaran tersebut:

amaximum = fcg/(b-fh),

c = jarak antara titik berat mobil dengan titik tengah dari kedua ban depan,
b = jarak antara titik tumpu ban belakang pada jalan dengan titik tumpu ban depan pada jalan, dan
h = tinggi titik berat mobil di atas jalan.

Bagaimanapun besarnya gaya dorong (F) mesin mobil, percepatan yang dihasilkan oleh mesin itu tidak dapat melebihi ungkapan sebelah kanan persamaan dalam rumus di atas. Ikhtiar manusia dapat menambah besar maximum dengan membuat konstruksi rangka mobil dengan memperbesar h. Akan tetapi ikhtiar manusia dari segi konstruksi ini dibatasi Taqdir Allah sebatas mobil itu masih dalam keadaan stabil, sebab jika h diperbesar seenaknya maka mobil akan berjungkir balik, ibarat orang ber-kop rol. WaLlahu A'lamu bi shShawab.

*** Makassar, 1 Juni 1997