Dalam kasus tertentu polygami merupakan satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah sosial. Pernyataan saya ini bukanlah suatu hipotesa yang kebenarannya harus diyakinkan dengan pembuktian penelitian, melainkan berlandaskan atas sikap orang beriman, karena polygami sebagai cara untuk menyelesaikan masalah sosial itu bersumber dari ayat Qawliyah. Dalam Si Doel Anak Sekolahan Selayang Pandang (Seri 277) saya kemukakan isu polygami, tepatnya bigami, oleh karena polygami adalah satu-satunya penyelesaian yang adil dari cinta segitiga Jenab, Doel, Sarah. Dalam cerita cinta segitiga yang pernah saya baca semua pengarang mengorbankan salah satunya. Barangkali ada di antara pengarang itu dalam hati kecilnya ingin mengemukakan polygami sebagai jalan penyelesaian, akan tetapi tidak jadi dilakukannya, oleh karena segan mengemukakan polygami secara terbuka. Mengemukakan isu polygami secara terbuka memang riskan, karena peka sehingga mengundang damparatan kaum hawa, tidak terkecuali dari isteri sendiri.
Dalam keluarga yang tenteram dan sejuk (sakinah) antara suami dengan isteri terjalin rasa sayang (mawaddah) dan cinta-kasih (rahmah) timbal-balik, sedangkan dalam hal yang kasuistik, keluarga sakinah dapat pula tercipta dengan rumus: mawaddah dan rahmah berbagi dalam diri dua, tiga, ataupun empat isteri. Dalam cinta segitiga Jenab, Doel, Sarah, Si Doel menyayangi Jenab dan mencintai Sarah. Melalui poroses konflik akhirnya terjalin persahabatan yang ikhlas antara Sarah dengan Jenab, karena masing-masing saling menerima dan memahami bahwa keduanya mencintai Doel. Ini dapat dilihat dalam akhir episode ketiga Sarah dan Jenab berbimbing tangan dengan mesra seusai melepas Doel di lapangan terbang. Kita tunggulah nanti dalam episode keempat apakah Jenab yang akan dikorbankan ataukah cinta segitiga itu diselesaikan dengan bigami.
Walaupun persahabatan yang terjalin antara Jenab dengan Sarah dalam cinta segi tiga itu hanya sebuah cerita, namun dalam kenyataannya ada yang sungguh-sungguh terjadi bahwa isteri-isteri yang dimadu itu hidup rukun. Tidak percuma Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah yang membuat Undang-Undang Perkawinan memasukkan materi polygami yang mempersyaratkan suami yang ingin berpolygami harus atas persetujuan isterinya. Buat apa dimasukkan dalam undang-undang mengenai persyaratan itu apabila anggota Dewan dan Pemerintah itu mempunyai keyakinan bahwa dalam kenyataannya tidak ada isteri yang bersedia bertanda tangan.
Polygami menurut ajaran Al Quran bukanlah suatu pintu gerbang yang dilalui oleh umum, melainkan hanya berupa pintu khusus untuk hal-hal yang kasuistik. Sebab turunnya ayat menyangkut polygami berlatar belakang kasus yang khusus, yaitu adanya sejumlah anak yatim beribukan janda akibat peperangan. Polygami memberikan jalan keluar bagi permasalahan membesarkan, memelihara, mendidik anak-anak yatim. Firman Allah:
Wa in Khiftum Alla- Tuqshituw fiy lYatamay faNkihuw Ma- Tha-ba laKum min nNisa-i Matsnay wa tsulatsa wa Ruba'a, fa in Khiftum Alla- Ta'diluw fa Wa-hidatan aw Ma- Malakat Ayma-nukum (S. An Nisa-', 3). Jika kamu khawatir tidak dapat berlaku jujur terhadap anak-anak yatim, maka nikahilah perempuan-perempuan yang baik bagimu, berdua, bertiga, atau berempat, apabila engkau khawatir tidak dapat berlaku adil, maka nikahilah seorang saja, atau nikahilah apa yang dapat kamu kuasai dengan tangan kananmu (4:3).
Adopsi (mengangkat anak) tidak dibenarkan dalam ajaran Islam. Apabila dikhawatirkan tidak berlaku jujur, maksudnya jangan sampai termakan akan harta anak yatim yang akan diasuh, sedangkan dilarang mengadopsi anak, maka jalan yang lebih baik yaitu menikahi ibu mereka janda-janda perang itu. Artinya anak-anak yatim itu menjadilah seperti anak yang bersangkutan, karena anak-anak yatim itu adalah anak-anak dari isterinya sendiri.
Polygami sebagai pintu khusus yang kasuistik mempunyai persyaratan berlaku adil seperti bunyi ayat (4:3). Dapatkah seorang suami berlaku adil bagi isteri-isterinya? Dalam kasus-kasus tertentu mengapa tidak, yaitu sang suami berbagi rata rasa mawaddah wa rahmah. Apa tolok ukurnya suami telah berlaku adil? Kalau di antara isteri-isteri itu hidup rukun secara ikhlas, itulah tolok ukurnya. Persyaratan persetujuan isteri dalam Undang-Undang Perkawinan pada hakekatnya merupakan penafsiran kontextual dari ayat (4:3).
Di samping mengemukakan polygami sebagai jalan keluar untuk kasus yang khas, ayat (4:3) mengemukakan pula salah satu metode untuk menghilangkan perbudakan secara mulus, yaitu menikahi hamba sahaya perempuan (yang dikuasai dengan tangan kanan). Dahulu pada zaman budak-budak masih banyak, membebaskan budak secara massal menimbulkan keonaran. Bagaimana Spartacus dengan pasukan gladiatornya menjarah kota-kota. Mengapa sampai demikian oleh karena para gladiator itu tidak mempunyai keterampilan selain berkelahi. Budak-budak Negro yang dibebaskan dan membebaskan diri secara massal setelah Civil War di Amerika membentuk kelompok-kelompok penjarah yang membalas dendam atas mantan tuan-tuannya. Dengan manikahi budak-budak perempuan berarti memotong rantai perbudakan selanjutnya, oleh karena anak dari budak perempuan yang dinikahi oleh tuannya atau dinikahi oleh orang merdeka yang lain, tidak lagi berstatus budak. Perbudakan dari dahulu sampai sekarang tidak pernah terhapuskan secara tuntas. Di Makassar ini saja ada perbudakan di Jalan Nusantara, yang dikenal dalam istilah Al Quran dengan Raqabah, yaitu perempuan-perempuan belia yang diperjual belikan untuk kepentingan bisnis jasa sex.
Akhirnya dipersilakan membaca kelong (pantun Makassar) di bawah ini:
Ruai bungung mattinri,
Sillembang-lembang je'ne'na.
Kereang minjo,
Nipira'nyu' namate'ne.
Dua sumur berdampingan,
setara air keduanya.
Mana gerangan menyejukkan,
dipakai membasuh muka
Allesai pattinriang,
Keboka le'leng pa'jaya.
Kere nialle,
kere niboli' salasa.
Coba dibanding-banding,
yang putih yang hitam manis.
Mana dipilih,
Mana ditinggal pedih.
Kebimbangan untuk memilih salah satu di antara dua calon isteri yang seimbang terpecahkan dengan melihat hasil teknolgi permulaan abad ke-20, seperti dinyatakan oleh kelong yang berikut ini:
Iyaminjo alle rapang,
rimminrona masinaya.
Se'reji jarung,
naruwa bannang panjai'
Ambillah itu ibarat,
mesin jahit yang berputar.
Jarum sebatang,
mengayom dua benang.
WaLlahu A'lamu bi shShawab.
*** Makassar, 29 Juni 1997