30 November 1997

300. Jangan Sampai Terjadi Tuah Anjing Celaka Kuda

Sering saya dengar dari para aktivis internasional penanggulangan HIV/Aids bahwa kondom merupakan alat proteksi satu-satunya terhadap HIV, seperti misalnya publikasi yang diedarkan oleh Plan International South Sulawesi HIV/AIDS Awareness Project dalam bentuk brosur berjudul: Kumpulan Tanya Jawab Cerdas Cermat Aids di Masyarakat, halaman 5 tanya-jawab no.20. Di daerah ini oleh para aktivis tersebut dimodifikasi menjadi: sedapat mungkin menjauhkan diri dari dunia hitam, namun apabila sudah tidak tahan betul, apa boleh buat pakailah kondom untuk proteksi. Jadi baik menurut Al Quran maupun para aktivis sama-sama memakai pendekatan proteksi. Menurut Al Quran proteksi itu: dengan metode La- Taqrabuw lZinay (S. Bany Israiyl, 17:32), jangan mendekati zina, sedangkan menurut para aktivis proteksi itu dengan teknologi kondom.

Akan tetapi harus dingat bahwa dari sisi lain tunas-tunas bangsa harus pula kita lindungi. Berdasar atas struktur piramida penduduk tanpa penelitian kita yakin bahwa Anak Baru Gede (ABG) yang masih labil jiwanya jauh lebih banyak, karena berada pada posisi yang dekat ke dasar piramida, ketimbang jumlah para suami pejajan seks yang suka terjun ke lapangan hitam, karena mereka ini berada lebih ke puncak dari piramida.

Tewasnya 2 pasang ABG baru-baru ini yang begitu berani menyewa kamar hotel secara jam-jaman dalam dua tahapan, menjadi cermin yang membuka mata kita semua betapa perlunya kita lebih memperhatikan nasib tunas-tunas bangsa itu. Mengapa mereka berani? Karena adanya rasa aman! Mengapa mereka merasa aman? Karena adanya proteksi!

Dinegeri-negeri yang penduduknya berperilaku jahiliyah modern yaitu bebas-seks, pemasyarakatan kondom bukanlah masalah bagi ABG. Akan tetapi di negeri-negeri yang menolak bebas-seks seperti di Indonesia, pemasyarakatan kondom niscaya membawa akibat seperti apa yang dikatakan oleh peribahasa: Tuah anjing celaka kuda. Dengan pemasyarakatan kondom membawa keuntungan (tuah) bagi para suami pejajan-seks, tetapi mendatangkan kecelakaan bagi ABG.

Menurut qaidah skala prioritas, menolak mudharat yang ditimbulkan oleh sesuatu lebih diprioritaskan ketimbang mengambil manfaatnya. Menolak pemasyarakatan kondom yang membawa mudharat bagi ABG lebih diprioritaskan ketimbang mengambil manfaat pemasyarakatan kondom yang memproteksi suami-suami nakal yang suka jajan seks. Terlebih pula efektivitas kondom sebagai alat proteksi terhadap HIV masih sangat diragukan, oleh karena siapa yang berani menjamin dalam teknologi kondom itu pori-pori karet yang menjadi bahan kondom itu lebih kecil dari virus, sehingga virus, termasuk HIV, tidak dapat menembus lapisan kondom. Menurut hasil penelitian efektivitas kondom dalam menangkal penyakit Aids hanya 26 % saja.

Alhasil pemasyarakatan kondom wajib kita tolak, jangan sampai terjadi tuah anjing celaka kuda! WaLlahu A'lamu bi shShawab.

*** Makassar, 30 November 1997