31 Oktober 1999

396. Kinerja

Kata kinerja dahulu disebut prestasi yang berasal dari bahasa Belanda prestatie. Sebelum kata kinerja ini dipopulerkan, pengertian ini disebut unjuk kerja, dari bahasa Inggris performance. Kata unjuk kerja ini sampai sekarang masih disukai dipergunakan dalam laporan percobaan mesin-mesin.

Kabinet Habibie dibentuk dan dilantik dalam waktu kurang dari 2 kali 24 jam. Abdurahman Wahid sejak terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia baru melantik menteri-menterinya hari Jum'at tgl 29/10'99, sehingga sudah masuk 9 kali 24 jam. Jadi kinerja Habibie dalam hal membentuk kabinet secara kuantitatif 4 setengah kali lebih tinggi dari kinerja Abdurrahman Wahid. Tentang perbandingan kinerja kedua kabinet ini dalam menjalankan roda pemerintahan mari kita lihat nanti setelah 517 atau 518 hari. Yang jelas kabinet Abdurrahman Wahid lebih sukar dikoordinasikan ataupun dikendalikan ketimbang kabinet Habibie. Sebab walaupun kabinet Habibie tidak solid, hanyalah ibarat kereta yang ditarik dua ekor kuda, sedangkan kabinet Abdurrahman Wahid tampaknya lebih tidak solid lagi ibarat kereta yang ditarik oleh enam ekor kuda.

AlhamdulliLlah Presiden Abdurrahman Wahid mengatakan akan meneruskan kebijakan ekonomi yang telah diletakkan dasarnya dan dimulai oleh kabinet Habibie, yaitu ekonomi kerakyatan, yang berat ke bawah, yang sesuai dengan sunnatuLlah, yaitu suatu struktur akan stabil apabila struktur itu berat ke bawah. Tidak seperti kebijakan ekonomi kabinet Soeharto yang menentang sunnatuLlah yang berat ke atas, hasil olahan dapur CSIS dari mafia Berkely. Gus Dur sangat jauh lebih faham akan ayat: KY LA YKWN DWLT BYN ALAGHNYA" MNKM (S. ALHSYR, 59:7), dibaca: Kay la- yaku-na du-latan baynal aghniya-i minkum (S. Alhasyr), artinya: supaya kedaulatan (ekonomi) jangan beredar di antara orang-orang kaya di antara kamu (59:7).

Presiden Abdurrahman Wahid tentu saja sangat arif dalam hal menanggapi gerakan moral anak-anak kita yang tercinta, para mahasiswa di tanah Makassar ini. Artinya tidak dihadapi dengan sikap normatif dengan merujuk kepada KUHP dengan sanksi hukumnya. Oleh karena di samping tidak arif untuk memperhadapkan anak-anak kita itu dengan KUHP, juga secara teknis makan waktu bertahun-tahun untuk menyelidik, menyidik kemudian mengajukannya ke dalam sidang pengadilan untuk divonis oleh hakim terhadap puluhan ribu orang. Anak-anak kita itu walaupun emosinya tinggi, tidak bertindak anarkis, kecuali insiden pembakaran bus Damri kemarin dulu sebagai reaksi keras atas ucapan Riyas Rasyid bahwa mahasiswa di sini cuma main-main saja. Itulah susahnya orang-orang daerah yang ada di Jakarta kurang arif mengangkat bicara. Anak-anak yang berunjuk rasa dengan tertib dan hanya membakar ban dianggap main-main, ujung-ujungnya terjadilah insiden itu untuk menunjukkan mereka tidak main-main.

Emosi yang tinggi yang menyebabkan angkatan 45 tersinggung karena menurunkan bendera merah putih, walaupun tidak dapat dibenarkan, akan tetapi dapat difahami. Emosi anak-anak kita yang tinggi itu banyak-banyak disebabkan oleh ulah massa PDIP yang menyerbu dari luar kota ke Jakarta yang memberikan tekanan ke dalam SU MPR ditambah pula perusakan yang di Solo terhadap rumah keluarga Pak Amin Rais. Anak-anak kita yang masih melekat padanya sikap siri' na pacce merasa ditantang bahwa bukan hanya massa di Jakarta itu yang laki-laki, kita ditanah Makassar ini "buru'-buru'ne tonjaki". Lagi pula gerakan moral anak-anak kita itu juga merupakan shock therapy bagi mereka yang berpenyakit mental sentralistik, yang dikiranya Jakarta itulah Indonesia, tidak terkecuali dua orang Wakil Ketua MPR yaitu Mathori Abd.Jalil dan Kwik Kian Gie yang ikut terjun di lapangan di Jakarta menjadi partisan unjuk rasa menekan SU MPR. Artinya keduanya tidak sadar bahwa di luar gedung MPR ada pula yang disebut di seberang laut. Secara substansial gerakan moral itu menuntut kemandirian daerah. Pak Amin Rais sebagai Ketua MPR dapat merespons gerakan moral anak-anak kita itu untuk menyidangkan dalam SU MPR setahun mendatang guna melakukan amandemen UUD-1945 dari kesatuan menjadi federasi. Tentu lebih elok lagi jika dalam waktu 6 bulan mengadakan SI MPR untuk mengengamandemir bentuk kesatuan menjadi bentuk federasi, atau sekurang-kurangnya mengubah sifat lembaga eksekutif sekarang ini menjadi bersifat kabinet transisional menuju tercapainya negara federasi. Secara substansial penghapusan Departemen Penerangan dan Sosial yang dinilai orang kontroversial itu, menurut hemat saya sesungguhnya itu adalah persiapan untuk menuju negara federasi. Bagi Angkatan 45 sudah tiba saatnya bentuk negara kesatuan diikhlaskan untuk dihentikan sebagai mitos.

Sekali lagi marilah kita memberi kesempatan kepada kabinet Abdurrahman Wahid ini untuk berkinerja, dengan kelebihan dan kekurangannya. Kelebihannya berupa menteri-menteri yang terdiri dari politisi yang profesional dan kekurangannya berupa menteri yang bukan politisi dan tidak pula profesional. Yang politisi sekali-gus profesional ialah kedua pimpinan partai Islam, yaitu Partai Bulan Bintang dan Partai Keadilan. Yang bukan politisi lagi pula sekali-gus tidak profesional adalah AS Hikam. Bagaimana dapat diharapkan seorang pengamat politik yang bersikap suuzzhan (a priori, prejudice) yang melecehkan nilai esensial ilmu pengetahuan, lagi pula dalam bidang politik akan dapat berkinerja dalam lapangan Ristek? Kinerja Ristek ini sangat dibutuhkan dalam abad pertama dalam sepuluh abad (millenium) ketiga! Tentang hal Menteri Pertahanan dijabat orang sipil belum tentu merupakan kelebihan namun belum tentu pula merupakan kekurangan. Itu banyak-banyak ditentukan oleh Prof. Yuwono Sudarsono sendiri. Mc Namara seorang sipil tetapi sukses dalam menjalankan jabatan Menteri Pertahanan Amerika Serikat. Walla-hu a'lamu bishshawa-b.

*** Makassar, 31 Oktober 1999