23 April 2000

420. Pandangan Marxisme Tentang Agama

Materialisme yang kafir terhadap realitas di luar materi menganggap bahwa Tuhan hanya diciptakan oleh pikiran manusia. Tuhan tidak lain dari refleksi kekuatan misterius di dalam alam yang mengontrol kehidupan manusia. Marxisme, yaitu kekafiran materialisme versi Marx lebih menitik beratkan refleksi kekuatan misterius itu pada kekuatan ragam produksi kelas borjuis. Sistem sosial-ekonomi kelas borjuis tidak mampu mengatasi krisis pada umumnya, seperti tidak dapat melindungi kelas atas yaitu individu-individu pemodal dari kerugian dan kebangkrutan, juga tidak dapat menghilangkan pengangguran dari kelas bawah. Umumnya sangatlah jarang perencanaan sesuai dengan hasil yang diharapkan. Ada kekuatan misterius yang menghalangi manusia, sehingga manusia tidak dapat mencapai hasil yang diinginkannya. Lalu timbullah kepercayaan bahwa manusia berencana Tuhan yang menentukan. Maka demikianlah, Tuhan menurut pandangan marxisme tidak lain dari refleksi kekuatan misterius di belakang sistem sosial-ekonomi kelas borjuis, yaitu kekuatan ragam produksi.

Pandangan marxisme terhadap agama berdasar atas data historis Eropa menjelang akhir Abad Pertengahan. Ia melihat di Eropa bagaimana kaum bangsawan dan pendeta sebagai kelas atas bekerja sama membius kelas bawah supaya sabar menderita menerima nasibnya dengan iming-iming kebahagiaan di akhirat. Demikianlah agama diperalat, yaitu dijadikan obat bius oleh kelas atas untuk mengisap kelas bawah. Itulah sebabnya Marx memberikan karakteristik agama sebagai candu bagi rakyat.

Marilah kita kuliti buah pikiran Karl Marx tersebut. Sejak dini pandangan Karl Marx sudah miring terhadap agama. Ia melihat contoh ayahnya yang berpindah agama karena hanya ingin menjadi notaris di Prusia. Ayah Karl Marx kelahiran Jerman dari etnik Yahudi, tetapi beragama Roma Katholik, pindah ke Prusia sekaligus beralih agama menjadi Kristen Protestan, karena aturan waktu itu di Prusia notaris tidak boleh dijabat oleh swasta, sedangkan pemerintah Prusia waktu itu berhaluan Protestan. Benak Marx dihantui oleh persepsi bahwa agama itu hanyalah alat untuk mencapai tujuan politik dan ekonomi. Lalu ia terperosok ke dalam lubang perangkap buah pikiran kekafiran materialisme.

Demikianlah titik tolak buah pikiran kekafiran materialisme marxisme berpangkal pada sentimen emosional terhadap agama. Marxisme timbul dari ketakutan terhadap ketidak-tentuan kehidupan ekonomi di dalam abad tatkala rasa keagamaan yang menyangkut kemanusiaan menderita dekadensi. Metode pendekatan yang materialistik dari marxisme terhadap masalah kemanusiaan merupakan refleksi benak Karl Marx yang dihantui oleh ketidak-tentuan kehidupan ekonomi (termasuk kehidupan ekonominya pribadi) tatkala itu.

Data historis yang diambil Marx hanya Eropa pada abad-abad menjelang akhir periode Abad Pertengahan. Data historis ini sangatlah tidak lengkap untuk membuat generalisasi. Inilah kecerobohan emosional dari Karl Marx. Bahwa karena di Eropa pada penghujung Abad Pertengahan penguasa yang terdiri atas kaum bangsawan yang berkerja sama dengan pendeta memperalat agama untuk menghisap rakyat jelata, lalu semua pada bagian dunia yang lain dari dahulu hingga yang akan datang berlaku karakteristik agama itu candu bagi rakyat. Karl Marx tidak melihat pada revolusi para petani dalam abad ke-14 (di Perancis tahun 1351 M., di Inggris pada tahun 1381 M.), dengan semangat keagamaan menyerang tirani pemerintahan raja dan kaum bangsawan, serta gerakan keagamaan puritan di Inggris dalam abad ke-17, menunjukkan bahwa agama itu bukanlah candu bagi rakyat.

Sentimen keagamaan karena kekafiran Karl Marx yang menyebabkan ia tidak mengkaji bagaimana para Nabi pembawa agama-agama wahyu menentang tirani, yaitu Nabi Musa AS, Nabi 'Isa AS dan Nabi Muhammad SAW. Bagaimana Nabi Muhammad SAW bersama ummatnya menumbangkan sistem sosial-ekonomi 'Arab jahiliyah yang diskriminatif, kemudian mendirikan Negara Islam Madinah di atas landasan kesamaan sosial dan keadilan ekonomi.

Generasi muda Islam yang kurang mendalami ajaran agamanya janganlah terpengaruh kepada Karl Marx yang memukul rata bahwa agama membius penganutnya menerima nasibnya di dunia dengan iming-iming kebahagiaan di akhirat. Bahkan Karl Marx harus dilaknat karena agitasinya itu. Firman Allah SWT:
-- WABTGH FYMA ATK ALLH ALDAR ALAKHRT WLA TNS NSHYBK MN ALDNYA (S. ALQSHSH, 77), dibaca: Wabtaghi fi-ma- a-ta-kaLla-hud da-ral a-khirata wala- tansa nashi-baka minad dunya- (s. alqashash), artinya: tuntutlah kampung akhirat dengan (kemampuan) yang diberikan Allah kepadamu, dan janganlah lupakan bagian engkau dalam dunia (28:77).

Gus Dur, Mathori, Agil Siraj, Muhaimin dan Mukhtar Lubis dengan alasan HAM dan demokrasi menghendaki supaya Tap MPRS No.XXV/MPRS/1966 dicabut. Itu berarti memberikan kebebasan menyebarnya secara luas buah pikiran kekafiran materialisme maxisme, tidak mau repot dalam hal pendidikan anak-cucu kita, khususnya membentengi aqidah mereka dari kekafiran marxisme. Mukhtar Lubis, walaupun dalam keyakinan politiknya berseberangan dengan komunisme, namun kalau masih tetap Mukhtar Lubis yang dahulu, ia adalah penganut wetenschappelijke socialisme, yang menganggap marxisme sebagai ajaran (een leer), bukan dogma. Ajaran ataupun dogma tidak ada bedanya dalam konteks buah pikiran kekafiran materialisme marxisme. Sehingga logis jika Mukhtar Lubis tidak mau repot akan aqidah anak-cucu kita. Yang tidak logis ialah kenyataan Gus Dur cs (baca: PKB) tidak mau repot secara nasional dalam hal pendidikan anak-cucu kita membentengi mereka dari kekafiran marxisme. Ingatlah, hanya sedikit anak-cucu kita yang dididik di pesantren!

Di layar TV Mukhtar Lubis mengatakan bahwa di Indonesia kita tidak perlu takut pada komunisme. Di negeri Belanda, katanya, Partai Komunis kurang peminatnya. Rupanya Mukhtar Lubis berlagak bebal, atau memang bebal. Di negeri Belanda sedikit rakyatnya yang miskin, umumnya berpendidikan lumayan, sehingga tidak mudah dikelabui komunisme. Sedangkan di Indonesia rakyatnya banyak yang miskin, kurang berpendidikan, sehingga gampang dikelabui komunisme.

Alhasil MPR tidak boleh mencabut Tap MPRS No.XXV/MPRS/1966 dengan alasan HAM dan demokrasi. Sebab HAM hanyalah prioritas kedua dan demokrasi bahkan hanyalah prioritas keempat menurut Pembukaan UUD-1945, alinea ke-4. WaLlahu a'lamu bishshawab.

*** Makassar, 23 April 2000