10 Maret 2002

515. Ilmunnafs dan Psikologi

Dalam Al Quran dikenal tiga jenis personalitas atau kejiwaan yang disebut an nafsu. Kata ini dipungut ke dalam bahasa Indonesia dan bahasa Melayu: nafsu dengan perubahan makna, berkonotasi jelek, biasanya dalam bentuk kata majemuk: hawa nafsu. Ketiga jenis kejiwaan itu adalah: Pertama, an nafs al ammarah.

-- AN ALNFS LAMART BALSWa (S. YWSF, 53), dibaca: Inan nafsa laamma-ratun bissui (s. yusuf), artinya: Sesungguhnya nafsu ammrah itu mendorong untuk berbuat kejahatan (S.Yuwsuf, 12: 53). Kedua, an nafs al lawa-mah. WLA AQSM BALNFS ALLWAT (S. ALQYMT, 2), dibaca: Wala- uqsimu- binafsil lawwa-mah (s. alqiya-mah), artinya: Dan Aku bersumpah dengan nafsu lawwamah (dalam diri manusia) (75:2). Allah bersumpah dengan makhluq bawahannya bermakna "perhatikanlah". Jadi ayat (75:2) bermakna perhatikanlah nafsu lawwamah.

-- WMA KAN LY 'ALYKM MN SLTHN ALA AN D'AWTKM W FASTJBIM LY FLA TLWMWNY WLA LWMWA ANFSKM (S. ABRAHM, 22), dibaca: Wa ma- ka-na li- 'alaykum min sultha-nin illa- an da'awtukum fastajabtum li-, fala- talu-mu-ny wa lu-mu- anfusakum (s. ibra-him), artinya: (Setan berkata) tidak ada kekuasaan dariku atasmu, kecuali aku membujukmu dan engkau tergiur. Sebab itu janganlah kamu mencercaku, melainkan cercalah dirimu sendiri (14:22). Ayat ini menjelaskan tentang ucapan setan kepada manusia yang sudah terlanjur mengikuti nafsu ammarahnya, lalu mengumpat setan yang telah menjerumuskannya. Janganlah mengumpat setan, kritiklah dirimu sendiri, introspeksilah. Yang ketiga, an nafsu almuthmainnah.

-- YAYHA ALNFS ALMTHMaNT (S. ALFJR, 27), dibaca: Ya-ayuhan nafsul muthmainnah (s. alfajr), artinya: Hai jiwa yang tenang dan suci (89:27).

Demikianlah ada tiga jenis nafsu (jiwa, kedirian), yaitu nafsu pendorong (ammarah) yang mendorong untuk berbuat kejahatan, nafsu introspeksi (lawwamah, pencerca diri) dan nafsu yang tenang dan suci (muthmainnah).

***

Sigmund Freud (1856 - 1939) mengumpamakan alam pikiran manusia ibarat gunung es. Sebagian besar tenggelam dalam air, tersembunyi dalam alam bawah sadar. Di bawah permukaan air itu tersembunyilah motif, perasaan dan keinginan-keinginan, yang tidak hanya tersembunyi bagi orang lain, melainkan menjadi rahasia pula bagi dirinya sendiri. Menurut doktrin Freud alam bawah sadar itu adalah sumber dari nereuse.

Freud mengklasifikasikan aktivitas mental dalam tiga tataran (levels) : id, ego dan super-ego. Id dan super-ego terletak dalam alam bawah sadar. Yang terpenting ialah id, bagian yang gelap dari personalitas. Id dapat diungkapkan dengan cara mengkaji mimpi (interpretation of dreams) dan nereutic symptom. Id adalah pusat dari naluri dan iradah (impuls) yang bersifat primitif dan kebinatangan. Id itu buta dan serampangan (ruthless), hanya menginginkan kesenangan hura-hura, dan asyik ma'syuk (pleasure), tanpa mengindahkan konsekwensinya. Id tidak mengenal nilai, tidak mengenal moralitas. Semua impuls dari id menurut doktrin Freud diisi oleh tenaga psikis (psychic energy) yang disebutnya libido, berkarakteristik seksual. Teori libido ini disebut dengan "hakikat (essence) dari doktrin psikoanalisis". Semua kehandalan kultural manusia, seperti seni, hukum, agama dll. dipandang sebagai perkembangan libido. Pada bayi aktivitas libido itu berupa menetek dari puting payu dara ibu, mengisap dot dan mengisap jari. Setelah dewasa libido itu tertransfer dalam hubungan seksual, atau berupa kreasi seni, sastra, musik yang disebut dengan "displacement". Naluri seksual libido ini menurut doktrin Freud adalah sumber dari karya kreatif.

Pengaruh libido ini menurut doktrin Freud, suatu doktrin spekulatif yang sangat kontroversial dari psikoanalisis, adalah pertumbuhan perasaan seksual anak terhadap orang tuanya. Dimulai dari kesenangan bayi mengisap dari puting susu ibunya, dalam diri anak laki-laki perasaanya berkembanglah hasrat seksual terhadap ibunya, membenci ayahnya sebagai saingan, yang disebut oleh Freud dengan komplex Oedipus. Dalam mitologi Yunani tersebutlah konon seorang yang bernama Oedipus yang mengawini ibunya dan membunuh bapaknya.

***

Istilah doktrin dipakai dan bukan istilah teori, oleh karena para pengecer ilmu psikoanalisis Freud itu tidak memandangnya lagi sebagai suatu teori, melainkan sudah diyakini sungguh-sungguh kebenarannya. Padahal psikoanalisis Freud belum pernah dibuktikan secara ilmiyah, melalui penelitian dengan pisau analisis ilmu statistik. Apakah libido yang merambat pada komplex Oedipus itu berlaku umum untuk seluruh manusia? Apakah anak perempuan juga punya dorongan libido senang mengisap puting susu ibunya dan karena itu logikanya ia terlahir sebagai lesbian? Apakah semua kehandalan kultural manusia dipandang sebagai perkembangan libido? Apakah semua mimpi itu adalah pencapaian (fulfillment) tersembunyi dari hasrat yang tertekan? Apakah semua mimpi itu merupakan drama dalam alam bawah sadar? Apakah semua mimpi itu adalah buah (product) konflik?

Sangatlah sulit untuk mengujicoba bahwa doktrin Freud itu berlaku umum untuk semua manusia. Rampatan (generalisasi) doktrin Freud melalui ilmu statistik belum pernah dan tak akan pernah dapat dilakukan. Perkara ilmu statistik tidak akan pernah dapat dilakukan adalah keniscayaan. Maka upaya ilmiyah yang bertumpu pada filsafat positivisme sampai di situ saja.

Dalam ilmu menurut Syari'at Islam yang bertumpu pada paradigma Tawhid, masih terbuka upaya untuk menguji-coba semua pertanyaan yang dilontarkan di atas itu. Untuk itu diminta kesabaran pembaca untuk menunggu Seri 516 hari Ahad depan. WaLlahu a'lamu bishshawab.

*** Makassar, 10 Maret 2002