31 Maret 2002

518. Siapa Terrorist Sejati dan Politik State Terrorism

Coba dicermati sepak terjang AS pasca 11 September 2001. Di samping motif ekonominya, AS sesungguhnya memerangi terorisme dalam rangka operasi "doktrin prasangka" Samuel Huntington terhadap Islam yang katanya membahayakan demokrasi. AS membidik terorisme yang laras bedilnya diarahkan kepada Islam dan kaum Muslim. Sejak hari pertama Peristiwa 11 September 2001, misalnya, George W. Bush (yang ditujukan kepada Dunia) telah melakukan "state terrorism” lewat pernyataannya agar Dunia memilih: berada di belakang AS atau di belakang teroris! Bush tak segan-segan menyebut tindakan balasan yang akan diambilnya sebagai "Crusade" yang mengingatkan kita pada Perang Salib di masa lalu. Tanpa bukti apa pun, AS mengarahkan tuduhannya kepada Usamah bin Laadin dan Thaliban, yang segera disusul dengan perang membabi-buta melawan ummat Islam di Afganistan.

Sejumlah bukti faktual menunjukkan bahwa propaganda anti-terrorisme yang diserukan AS tidak lebih merupakan "state terrorism" yang ditujukan kepada Islam dan kaum Muslim. Tujuannya tidak lain adalah untuk menghancurkan ideologi Islam yang dituding oleh Huntington sebagai ancaman berikutnya bagi ideologi demokrasi / kapitalisme / liberalisme barat pasca runtuhnya komunisme. Dengan menebar "state terrorism" di Dunia Islam, AS tampaknya berharap agar Islam dan kaum Muslim tetap terpojok sehingga tidak ada kesempatan bagi mereka selain menuruti apa pun yang dikehendaki AS.

Berikut ini jenis-jenis politik terror yang dilakukan AS ke Dunia Islam:

Pertama, "teror militer", ini dilakukan dengan cara: Menempatkan puluhan ribu pasukan di berbagai negara, khususnya di negeri-negeri Islam. Seiring dengan penyerangan terhadap Afganistan, misalnya, AS telah menebarkan puluhan ribu pasukannya di Kazakhkstan, Uzbekistan dan Tajikistan. Di samping itu melakukan kerjasama militer dan pelatihan anti-terorisme dengan sejumlah negara. Di Indonesia, misalnya, untuk menghadapi terrorisme, Brimobda Jatim telah mengikuti pelatihan anti teroris di AS. (Mengapa Brimob bukan militer, karena AS terlanjur mengembargo Indonesia di bidang militer). Juga melakukan intervensi militer langsung seperti yang dilakukan AS ke Afganistan, yaitu Filipina bagian Selatan sekarang.

Kedua, "teror politik / hukum". Terror ini dilakukan antara lain dengan cara: Mengancam secara militer negara-negara yang dipandang oleh AS melindungi terorisme ataupun yang tidak serius di dalam memerangi kaum terrorist. Inilah yang pernah berkali-kali ditujukan pada sejumlah negeri Muslim, termasuk Indonesia. Juga menekan setiap negara untuk memberlakukan UU Anti-terrorisme yang di dalamnya banyak mengabaikan sama sekali hak-hak asasi orang-orang yang diduga sebagai terroris hingga mengarah pada munculnya state terrorism. Lalu memprovokasi negeri-negeri Muslim tentang adanya "sel tidur terrorisme" di negeri masing-masing.

Ketiga, "terror pemikiran". Ini antara lain dilakukan dengan cara melontarkan berbagai pemikiran yang distortif tentang agama (baca: Islam) dengan memandang bahwa Islam adalah agama damai (dengan pengertian yang sudah diselewengkan) yang menolak segala bentuk kekerasan. Islam yang dikehendakinya pun adalah islam yang "jinak" dan "ramah". Ini dilakukan baik secara langsung ataupun melalui agen-agen mereka, terutama kalangan yang saat ini mengklaim dirinya sebagai Jaringan Islam Liberal. Sementara yang ingin menegakkan Syari'at Islam dicap "Islam fundamentalis" atau "Islam garis keras", yang anti kezhaliman AS, siap-siap difitnah sebagai kalangan terrorist yang layak untuk diberangus, karena dianggap bukan sebagai representasi Islam. Contohnya, ialah fitnah oleh operasi intelejen yang menjaring dalam perangkap kedua orang tokoh KPSI, Tamsil Linrung dan Agus Dwikarna di Filipina. Adalah lumrah dalam operasi intelijen "memasukkan benda terlarang" secara lincah oleh tangan-tangan yang terlatih ke dalam kopor ataupun tas yang digeledah.

Keempat, "terror jilbab dan citra seram". Yang terakhir ini misalnya dilakukan dengan cara: Menggeledah / melepas paksa jilbab muslimah di lapangan terbang di AS, pemecatan para siswi atau Muslimah berjilbab dari sekolah di Singapura, pemecatan karyawati yang tidak mau melepas jilbabnya pada beberapa perusahaan di Indonesia, aturan pelarangan berjilbab untuk mahasiswi kedokteran Universitas Udayana yang di mulai sejak Januari 2002, itu merupakan propaganda anti Islam. Melakukan rekayasa opini untuk menciptakan gambaran yang seram kelompok Islam. Yaitu dengan menyebar-luaskan pamflet serta buku-buku secara gratis, termasuk di Indonesia, dengan cetakan luks berisi gambaran menakutkan tentang "terorisme Islam". Buku-buku itu menggambarkan wajah humanis Amerika yang telah berlaku sebagai "sinterklas" bagi penduduk Afganistan yang telah porak poranda oleh bom-bom ganasnya. Hebatnya, buku-buku itu tidak mengatakan warga Afghanistan telah disengsarakan oleh AS, tetapi akibat ulah rezim Thaliban. (azzam.com, 8/01/02 sebagaimana yang dinukil eramuslim.com). Sengaja memancing amarah kaum Muslim, seperti kasus penayangan foto / gambar Nabi Muhammad SAW di Majalah Newsweek terbitan 11 Ferbruari 2002.

Melihat deretan fakta di atas, tampaklah wajah kebencian AS terhadap ideologi Islam, dan fahamlah kita bahwa teroris sejati itu adalah AS. Allah SWT telah memperingatkan kita melalui firman-Nya:
-- QD BDT ALBGHDHAa MN AFWAHHM WMAA TKHFY SHDWRHM AKBR (S. AL'AMRAAN, 118), dibaca: qad badatil baghdha-u min afwa-hihim wama- tukhfi- shudu-rihim akbaru (s. ali 'imra-n), artinya: Telah nyata kebencian pada wajah-wajah mereka dan apa yang disembunyikan di dalam dada mereka jauh lebih besar lagi. (3:118). WaLlahu a'lamu bishshawab.

*** Makassar, 31 Maret 2002