Dalam S.Al A'la 1-3 Allah berfirman: Sabbihisma Rabbika lA'la. Alladzie khalaqa fasawwa-. Walladziy qaddara fahada-. Sucikanlah nama Maha Pengaturmu Yang Maha Tinggi. Yaitu Yang mencipta lalu menyempurnakan. Yaitu yang mentaqdirkan dan mengarahkan.
Allah mengatur hasil ciptaanNya dengan TaqdiruLlah yang dapat dipelajari oleh manusia dalam batas tertentu. Yaitu proses alamiyah yang dapat ditangkap oleh pancaindera dan instrumen. Ayat yang dikutip di atas itu menunjukkan makhluk itu sesudah diciptakan Allah dimulai dari tidak sempurna kemudian berproses menjadi sempurna menurut Taqdir Allah, TaqdiruLlah.
Makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna adalah manusia, fiy ahsani taqwiym, sebaik-baik kejadian. Artinya manusia itu adalah akhir dari proses makhluk menjadi sempurna. Ini dapat kita lihat dalam S.Al Hijr ayat 29 dan 30. Wa idzqaala rabbuka li lmala-ikati inniy khaaliqun basyaran min shalshaalin min hamain masnuwn. Faidzaa sawwaytuhu- wanafakhtu fiyhi min ruwhiy ..., dan ingatlah ketika Maha Pengaturmu berkata kepada para malikat sesungguhnya Kuciptakan manusia dari tanah kering dari tanah hitam yang berubah. Ketika telah Kusempurnakan dia Kutiupkan ruh ciptaanKu kedalam tubuhnya...
Dapatkah teori evolusi dipakai sebagai ilmu bantu dalam memahami proses penyempurnaan makhluk ciptaan Allah menjadi manusia yang fiy ahsani taqwiym, sebaik-baik kejadian?
Ada dua keberatan. Yang pertama, Adam dan Hawa tinggal dalam jannah, bersuka-ria di dalamnya, makan buah-buahan apa saja yang mereka inginkan (S.Al Baqarah 35). Bagaimana mungkin proses evolusi dapat menjangkau ke sana. Keberatan yang kedua adalah jika diperhadapkan pada kejadian Hawa dari tulang rusuk Adam. Kedua substansi tersebut, yaitu Adam dan Hawa tinggal dalam jannah, dan Hawa dari tulang rusuk Adam, insya Allah akan dibahas tersendiri.
Allah berfirman dalam S. Al Baqarah 30: Wa idz qaala rabbuka li lmala-ikati inniy ja-'ilun fi l.ardhi khaliyfatan, qaluw ataj'alu fieha man yufsidu fieha wa yasfiqu ddima-a ..., ingatlah ketika Maha Pengaturmu berkata kepada para malaikat, sesungguhnya akan Kujadikan khalifah diatas permukaan bumi, berkatalah para malaikat, apakah Engkau akan menjadikan di atasnya, yang merusak dan menumpahkan darah, ...
Dari manakah malaikat dapat tahu bahwa bakal khalifah itu dari jenis makhluk yang suka merusak dan menumpahkan darah? Pada hal malaikat tidak diberi pengetahuan oleh Allah tentang hal itu? Nama-nama atau identitas benda-benda saja para malaikat tidak tahu, malahan Allah menyuruh menanyakan identitas benda-benda itu kepada Adam. Adapun malaikat dapat mengetahui sifat jelek itu dari apa yang telah disaksikannya. Artinya sudah ada makhluk yang seperti Adam postur tubuhnya. Bedanya makhluk pra-Adam itu dengan Adam dan Hawa adalah makhluk pra-Adam hanya diberi naluri saja. Sedangkan Adam dan Hawa di samping naluri sudah diberi nafs (jiwa, kedirian, personality) dan ruh oleh Allah SWT, dan inilah akhir dari proses penyempurnaan fiy ahsani taqwiym, manusia terdiri atas tataran jasmani, nafsani dan ruhani Dengan ruh itu Adam dan Hawa mempunyai tenaga batin dan menjadi makhluk berakal. Adam dan Hawa serta keturunannya apabila mati naluri dan nafsnya berhenti bekerja dan ruhnya berpindah ke alam barzakh seterusnya ke alam akhirat. Sedangkan makhluk pra-Adam yang hanya punya naluri saja seperti binatang yang lain, jika mati nalurinya berhenti bekerja, dan karena tidak punya ruh, tidak mempunyai hari kemudian.
Adam dan Hawa diciptakan dari tataran nafs (diri) yang satu seperti firman Allah dalam (S. An Nisa-, 1): Ya-ayyuha nna-su ittaquw rabbakumu lladzie khalaqakum min nafsin wa-hidatin wa khalaqa minha- zawjaha- wa batstsa minhuma- rija-lan katsiyran wa nisa-an (S.AnNisa-u,1). Hai sekalian manusia bertaqwalah kepada Maha Pengaturmu yang telah menciptakan kamu dari diri (jiwa) yang satu dan dari padanya menciptakan jodohnya dan dari pada keduanya memperkembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Nafsun wahidatun (gender perempuan) dalam ayat itu jelas tidak menunjuk kepada Adam, melainkan menunjuk kepada tataran nafsani Adam, karena Adam itu mudzakkar (gender laki-laki). Lalu bagaimana pula tentang Hawa itu berasal dari salah satu tulang rusuk Adam? Itu tidak ada disebutkan dalam Al Quran. Yang disebutkan dalam Al Quran, ya seperti dalam (S. An Nisa-, 1) di atas itu, keduanya diciptakan dari diri (jiwa) yang satu. Seperti telah termaktub di atas, insya-Allah perkara tulang rusuk ini akan dibahas dalam seri tersendiri.
Karena berakal itulah Adam dapat menerima pelajaran bahasa dari Allah SWT, dan anak keturunannya mampu berkebudayaan, karena salah satu faktor penting dalam menumbuhkan kebudayaan adalah bahasa. Orang berdzikir dan berpikir memerlukan bahasa. Makhluk pra-Adam itu belum mengenal bahasa yang berstrukur, yah hanya berbahasa dengan bunyi, seperti bahasa binatanglah. Karena itu makhluk pra-Adam itu tidak dapat berbudaya, sehingga tidak mampu struggle for existence, akhirnya punah, seamsal makhluk pra-Adam Neanderthal. Yang mampu bertahan adalah makhluk keturunan Adam dan Hawa, yaitu kitalah ini manusia yang berakal.
Ada TaqdiruLlah yang berlaku umum yaitu aturan Allah yang "ditanam" di universe. TaqdiruLlah yang ditanam itu dapat dikaji oleh sains, termasuk proses evolusi yang diprogramkan oleh Allah hingga manusia pra-Adam, manusia purba yang disebutkan "banu jan" . Perkara penciptaan Adam dan Hawa memalui TaqdiruLlah yang tidak ditanam di universe. TaqdiruLlah yang tidak ditanam ini seperti: Nabi Muhammad SAW diisra/mi'rajkan oleh Allah, dari sela-sela jari beliau keluar air, Nabi Ibrahim AS tidak dimakan onggokan api, tongkat Nabi Musa AS membelah L. Merah, Nabi Isa AS dilahirkan tanpa ayah serta beliau dapat menghidupkan orang mati dengan seizin Allah SWT. Demikianlah Adam dan Hawa diciptakan langsung dari tanah, tidak mengalami proses evolusi. Postur tubuhnya diciptakan Allah dengan "model" berupa duplikat makhluk pra-Adam atau manusia purba (banu jan), sehingga menurut penelitian dengan Serelogi secara experimental didapatkan bahwa reaksi serum menunjukkan adanya hubungan kekerabatan sedikit antara manusia dengan kera berhidung pesek, hubungan kekerabatan yang lebih nyata antara manusia dengan orang utan, dan yang paling dekat kekerabatannya dengan manusia adalah chimpanze.
Jadi apabila teori evolusi itu benar, maka hanya terbatas hingga manusia purba. Namun teori evolusi itu perlu disempurnakan dengan nilai tawhid: Bukan blind evolution by chance, melainkan evolusi yang terarah, menurut TaqdiruLlah yang umum yang ditanam di universe, diarahkan oleh Allah SWT sebagai Ar Rabb, Maha Pengatur, khalaqa fa sawwa, mencipta lalu menyempurnakan melalui proses evolusi dan secara lompatan. Maksudnya dengan "lompatan" itu artinya tidak sinambung, yaitu terputus antara manusia purba dengan Adam. Sekali lagi diingatkan bahwa penciptaan Adam dan Hawa melalui TaqdiruLlah yang tidak ditanam di universe, jasmani Adam diciptakan langsung dari tanah dengan tidak melalui proses evolusi. WaLlahu a'lamu bishshawab.
*** Makassar, 18 Oktober 1993